Saia Dan Seekor Sapi
Banyak orang bermimpi dan bercita cita mempunyai banyak pengagum dan pengikut. Itu bisa dimaklumi dan dimengerti, sebab jumlah pengagum dan pengikut adalah salah satu cermin kualitas seseorang. Saia pun pernah bermimpi serupa. Cuma, semakin jauh ke dalam samudra kehidupan diselami, semakin kuat dorongan untuk tidak memiliki pengikut dan pengagum. Ini bukan sebuah langkah mencari sensasi, tetapi rangkaian kontemplasi yang memberi imajinasi. Izinkan saia menuturkan kepada anda rangkaian kontemplasi yang membawa saia pada tataran tidak terlalu butuh pengagum dan pengikut.
Sebagaimana perjalanan banyak orang, seringkali manusia berjalan jauh terlebih dahulu, baru kemudian tahu kalau ada orang lain yang bisa memsistematisasi rangkaian makna perjalanan. Hal yang sama juga terjadi pada diri saia. Ketika ada sahabat bertutur sedrhana, jernih sekaligus mendalam. Muncul semacam kaca mata jernih dalam menoleh masa lalu.
Diawal perjalanan manusia mencari sapi ( baca kendaraan dan tujuan hidup ). Ada yang mencarinya dengan sekolah, bekerja mengumpulkan harta, memburu tahta, sembahyang yang khusuk, dll
sebagian waktu manusia hidup bahkan ada yang mengalokasikan semua hidupnya habis untuk mencari sapi. Dan semakin ia dicari di luar, semakin jauh rasanya manusia dari tujuan menjernihkan.
Itu juga yang terjadi dalam hidup saia. Banyak sudah tenaga yang habis untuk memburu sapi, dan patut di syukuri, kehidupan sudah memberi demikian bayak buat saia. Ketika perangkat perangkat hidup di luar sudah pernah di pegang dan disentuh, tetap masih ada terlalu banyak yang kurang.
Sampai kemudian, cahaya cahaya pengetahuan menghadirkan jejak jejak kaki sapi untuk ditelusuri. Mirip dengan pencarian banyak orang, saia pun pernah lama memperhatikan jejak jejak kaki sapi tanpa pernah berjalan mencari sapi. Pemahaman tentang kehidupan sebats pada intellectual understanding, atau hanya sebatas membaca, menghafal, mengerti dan membicarakan. Tidak lebih dari sekedar memandang jejak jejak kaki sapi.
Setelah jejak jejak kaki sapinya ditelusuri dan diikuti, ternyata sapi yang manusia cari adalah dirinya sendiri. Ya sekali lagi dirinya sendiri. Inilah kendaraan sekaligus tujuan kehidupan, menemukan diri sendiri, mengendalikannya, dan membawanya pulang. Ide cerita mudah, namun aplikasinya penuh dengan tantangan dan godaan.
tantangan dan godaan terberat, ketika manusi menemukan sapinya adalah mengendalikannya. Serupa dengan sapi yang sebenarnya, ketika pertama kali dicoba untuk di kendalikan, diri ini juga melawan dan memberontak. Mereka yang biasa makan enak menolak untuk hanya makan sayur saja. Mereka yang terbiasa mengumbar nafsu seksnya, ada yang memberontak dari dalam sini ketika dikendalikan. Siapa saja yang biasa marah, ada semacam siksaan dari dalam sini ketika dipaksa untuk tidak marah. Inilah tanda tanda awal bagaimana diri ini menolak ketika pertama kali dikendalikan. Dari seluruh perjalanan bisa jadi inilah langka yang terberat dan tersulit. Jangankan orang yang baru belajar, oarang yang sudah pernah melewatinyapun bisa kembali lagi ketingkat pengendalian ini.
Begitu terkendalikan, sapi tadi bisa ditunggangi manusia untuk dibawa pulang. Ditingkatan ini, penolakan penolakan dari dalam sudah hampir tidak ada. Makanan enak, dorongan seksual, nafsu marah tidak lagi semenggoda dulu, ketenaran, kekayaan, kekaguman orang, jumlah pengikut bukanlah rangkaian yang menarik lagi disini. Semua ini tidak lebih dari sekedar rangkaian pohon besar yang berada di pinggir jalan. Memandangi pohon pohon besar tersebut terlalu lama hanya akan membuat perjalanan tidak bergerak.
Begitu hendak sampai dirumah, sapi tadi hilang, kenapa hilang?? karena manusia tidak memrlukan kendaraan lagi, Tidak ada yang perlu dikendalikan dan dibawa kemana mana. Yang tersisa hanya manusia tanpa sapi yang berbekal doa. Inilah tanda tanda akan sampai dirumah. Pada sebagian orang ini pertanda kematian. Pada bayak orang lain, ini tanda tanda pencerahan dan pemurnian serangkaian tahap yang diimpikan hampir semua orang.
Kembali kecerita awal tentang pengikut dan pengagum, mereka memang sekelompok manusia yang memberi hormat. Namun, tanpa kewaspadaan yang cukup, mereka bisa menarik kita ketingkatan ego yang menyisakan pekerjaan rumah lama : mengendalikan sapi. Ini yang terjadi pada banyak sahabat dan orang terkenal yang hidupnya berubah drastis ketika memiliki demikian banyak pengikut serta pengagum. Kesombongan dan bahkan kecongkakan datang lagi berkunjung membawa musuh lama yang bernama Ego.
Dan dengan segala hormat saia ke bayak sahabat yang rajin memberi komentar dan mampir ke catatan FB ini. Izinkan saia berjalan dengan sedikit beban Ego tadi.....dari kerendahan yang terpendam aidit faisol with love...
Category:
