Saia Dan Sebuah Ketulusan Untuk kalah
Cerita punya cerita, Suatu hari sepasang pemuda menemukan sepuluh berlian. Tentu saja keduanya berebut rebut. Yang melihat pertama kali memaksa mendapat lebih, yang mengambil dari tanah juga sama. Akhirnya mereka sepakat menyerahkan pembagiannya kepada Hoja Nazruddin. Dengan lembut Nazruddin bertanya : “ Mau cara Allah atau cara manusia?”. Pemuda berpeci langsung menjawab agar di bagi dengan cara Allah. Akibatnya, Nazruddin memberikan pemakaipeci dua berlian, member delapan berlian pada pemuda tanpa peci.
Tentu saja ini mengundang protes keras. Lagi lagi Nazruddin bergumam pelan : “ Ciri manusia yang dekat dengan Allah suka mengalah, menemukan kebahagiaan melihat orang lain bahagia”. Bukan Nazruddin namanya kalau tidak menyentak kesadaran. Sementara sebagian orang egonya membesar, seiring dengan semakin dalamnya doa, Nazruddin menyentak sebaliknya.
Ego dan keakuan dengan berbagai bentuk dan akal bulusnya suka menipu manusia. Bila ia tidak bisa menggoda dengan harta, tahta, dan kelezatan tubuh wanita, ego bisa mengenakan “Jubah Tuhan”. Itu sebabnya mereka yang penggalian kedalamnya sudah demikian mengagumkan, sejak awal ego sudah diwaspadai. Mirip dengan mewaspadai kegelapan yang membuat tali menjadi menakutkan karena dikira ular. Dan begitu cahaya terang dihidupkan ( baca:tercerahkan), seluruh ketakutan termasuk ketakutan akan kematian lenyap. Disamping itu, mentari pencerahan juga menghadirkan kerinduan akan pelayanan. Seperti nasihat Hoja Naruddin, indah tatkala mengalah dan berbahagia saat melihat orang lain bahagia.
Dimata orang biasa, orang orang seperti Nazruddin memang mudah dikira bodoh, tolol dan menderita, tapi di mata makhluk tercerahkan ini mengagumkan. Terutama karena di Zaman yang hanya menghargai kemenangan, kemenangan dan kemenangan, kalah seperti dihantam setan, serupa dikutuk Tuhan secara menakutkan. Dan sedikit yang bisa menemukan sesungguhnya ada yang indah ketika kalah. Serupa kayu yang sedang dihaluskan menjadi patung, seperti bamboo yang sedang dilobangi menjadi seruling, mirip logam emas yang dibakar menjadi anting indah nan menawan, demikianlah bentuk keindahan yang ada dibalik kekalahan. Syarat untuk sampai di sini sederhana, tidak melawan dan menendang, sebaliknya tersenyum memeluk ketulusan dan keihkhlasan.
Bagi hati yang bersih lama terhubung dengan kesucian, menemukan kebahagiaan dalam pelayanan, bisa menangis haru tatkala melihat senyuman orang orang ini. Kemudian memunculkan kerinduan untuk menyayangi dan menolong orang lain. Karena itulah doa sesungguhnya.
Seorang sahabat saia di Denpasar, pernah menetaskan air mata tatkala mendengar tangisan banyak babi disembelih di hari raya tertentu di Bali. Tatkala ditanya kenapa, dengan sedih ia bergumam, ia merasakan rasa sakit babi yang disembelih. Ini juga wajah lain manusia yang menyatu dalam doa, tidak saja lapar menyayangi dan melayani, tetapi juga merasakan penderitaan makhluk lain.
Maka terinspirasi kisah kisah seperti ini, maka sebagian kecil manusia yang sudah menyatu dalam doa kemudian mengurangi frekuensi kunjungan ke tempat ibadah. Mereka berhenti berdoa dengan cara yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun pergi ketengah keramaian, menyediakan tangan untuk melakukan pelayanan. Selamat merenungkan ….dari sebuah ketulusan untuk menerima kekalahan,,,aidit faisol with love,,,
Category:
