Saia Dan Imun Penderitaan
Bercermin pada wortel, telur dan bubuk kopi saat mengalami proses perebusan, tetapi masing masing menunjukkan reaksi berbeda beda. Wortel sebelumnya direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus-wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan, tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi mengubah air tersebut, kita termasuk yang Mana ?? apakah kita seperti wortel yang kelihatannya keras, tetapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan kita menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatan kita ?? apakah kita seperti telur, yang awalnya memiliki hati lembut, namun setelah adanya cobaan menjadi keras dan kaku?? ataukah kita seperti bubuk kopi ketika keadaan menjadi semakin buruk. Kita akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan disekitar kita juga membaik??
Kehidupan memiliki makna dalam keadaan apapun termasuk dalam penderitaan. Manusia memiliki suatu kehendak untuk hidup bermakna yang merupakan motivasi utama hidup. Kita memiliki kebebasan untuk menemukan makna hidup melalui apa yang dikerjakan apa yang dihayati, atau sekurang-kurangnya dalam sikap yang kita yang kita ambil atas situasi dan penderitaan yang tak dapat dirubah lagi. Hal itulah yang di peragakan Patmini, Mbah wir dan Sukiman, Sahabat jernih saia bertutur dari Kulon Progo Jateng dengan dramatis.
Setiap pagi, Patmini meninggalkan kampung dan memanjat tanggul stasiun Howrah India untuk mengumpulkan pecahan Batu bara yang bercecceran di bantalan rel kereta api. Pecahan itu ia tampung di bagian bawah roknya. Separuh dari jumlah yang terkumpul digunakan buat menyalakn tungku masak keluarganya. Sisanya di jual untuk tambahan penghasilan. Semua itu di lakukan untuk meringankan beban Ekonomi keluarga.
Mbah Wir sudah 45 tahun hidup berjualan jajanan pasar di pedusunan Pakem, Sleman Yogyakarta, tak memberikan keistimewaan apa apa pada dirinya. Ia tetap miskin, rumahnya reot. Namun, dia menjalani dengan iklas dan tanpa mengeluh. Sedangkan Pak sukirman tak pernah menumpang bus saat pulang kedesanya. Ia mengayuh becaknya sampai delangu Klaten jateng. Perjalanan ditempuh selama 5 jam karena harus berhemat supaya anak anaknya tetap bisa bersekolah.
Pendapatan kita saat ini megalihkan banyak orang untuk melihat penderitaan sebagai Suatu "Takdir" yang tak dapat dicegah dan dielakkan. Akan tetapi lewat tokoh diatas mengajarkankepada kita untuk melihat nilai positf dari penderitaan dan memberikan kesempatan untuk merasa bangga terhadap penderitaannya. Salah satu teknik yang digunakan mereka adalah teknik persuasif, yaitu mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitan.
Kisah "kopi bubuk" diatas mengajarkan kita bahwa sebuah musibah ataupun kegagalan yang diibaratkan air panas, mengandung hikma positif bagi manusia sebagai sarana mengukur kekuatan kita dalam menghadapinya. Disini kualitas diri akan terlihat apakah dia memiliki mental serta hati yang kuat dalam kehidupan kesehariannya atau tidak. Hasan Basri , Sufi dari basrah irak berkata " Manusia sama saja tatkala sama sama dilimpahi nikmat, namun ketika ketika cobaan datang menimpa. Saat itulah akan terlihat perbedaan perbedannya. Oleh karena itu jika kita semua tegar menghadapi semua musibah maka semakin berkualitaslah tingkat diri kita, dan demikian pula sebaliknya kita menjadi rapuh dalam menghadapi musibah maka mengindiksinya kualitas diri yang begitu rendah. Kehadiran manusia " kopi Bubuk" begitu penting di Zaman yang berpaham Hedonisme tanpa ampun ini. Keberadaannya juga memiliki makna bersahaja untuk menyulut spirit inspirasi untuk menghidupkan dan membangkitkan spirit yang lemah....dari ujung penderitaan yang sdh terimun aidit faisol with love
Kehidupan memiliki makna dalam keadaan apapun termasuk dalam penderitaan. Manusia memiliki suatu kehendak untuk hidup bermakna yang merupakan motivasi utama hidup. Kita memiliki kebebasan untuk menemukan makna hidup melalui apa yang dikerjakan apa yang dihayati, atau sekurang-kurangnya dalam sikap yang kita yang kita ambil atas situasi dan penderitaan yang tak dapat dirubah lagi. Hal itulah yang di peragakan Patmini, Mbah wir dan Sukiman, Sahabat jernih saia bertutur dari Kulon Progo Jateng dengan dramatis.
Setiap pagi, Patmini meninggalkan kampung dan memanjat tanggul stasiun Howrah India untuk mengumpulkan pecahan Batu bara yang bercecceran di bantalan rel kereta api. Pecahan itu ia tampung di bagian bawah roknya. Separuh dari jumlah yang terkumpul digunakan buat menyalakn tungku masak keluarganya. Sisanya di jual untuk tambahan penghasilan. Semua itu di lakukan untuk meringankan beban Ekonomi keluarga.
Mbah Wir sudah 45 tahun hidup berjualan jajanan pasar di pedusunan Pakem, Sleman Yogyakarta, tak memberikan keistimewaan apa apa pada dirinya. Ia tetap miskin, rumahnya reot. Namun, dia menjalani dengan iklas dan tanpa mengeluh. Sedangkan Pak sukirman tak pernah menumpang bus saat pulang kedesanya. Ia mengayuh becaknya sampai delangu Klaten jateng. Perjalanan ditempuh selama 5 jam karena harus berhemat supaya anak anaknya tetap bisa bersekolah.
Pendapatan kita saat ini megalihkan banyak orang untuk melihat penderitaan sebagai Suatu "Takdir" yang tak dapat dicegah dan dielakkan. Akan tetapi lewat tokoh diatas mengajarkankepada kita untuk melihat nilai positf dari penderitaan dan memberikan kesempatan untuk merasa bangga terhadap penderitaannya. Salah satu teknik yang digunakan mereka adalah teknik persuasif, yaitu mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitan.
Kisah "kopi bubuk" diatas mengajarkan kita bahwa sebuah musibah ataupun kegagalan yang diibaratkan air panas, mengandung hikma positif bagi manusia sebagai sarana mengukur kekuatan kita dalam menghadapinya. Disini kualitas diri akan terlihat apakah dia memiliki mental serta hati yang kuat dalam kehidupan kesehariannya atau tidak. Hasan Basri , Sufi dari basrah irak berkata " Manusia sama saja tatkala sama sama dilimpahi nikmat, namun ketika ketika cobaan datang menimpa. Saat itulah akan terlihat perbedaan perbedannya. Oleh karena itu jika kita semua tegar menghadapi semua musibah maka semakin berkualitaslah tingkat diri kita, dan demikian pula sebaliknya kita menjadi rapuh dalam menghadapi musibah maka mengindiksinya kualitas diri yang begitu rendah. Kehadiran manusia " kopi Bubuk" begitu penting di Zaman yang berpaham Hedonisme tanpa ampun ini. Keberadaannya juga memiliki makna bersahaja untuk menyulut spirit inspirasi untuk menghidupkan dan membangkitkan spirit yang lemah....dari ujung penderitaan yang sdh terimun aidit faisol with love
Category:
